TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak atau BBM dinilai tidak tepat waktu. Pasalnya, menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, kebijakan itu semestinya mengikuti fluktuasi harga minyak dunia.
Baca: Harga BBM Turun, Bagaimana Dampaknya ke Inflasi Februari 2019?
"Tidak sesuai dari sisi timing menurut saya. Kalau pemerintah berniat menurunkan harga minyak sesuai dengan harga keekonomian, seharusnya ikuti fluktuasi harga minyak dunia," ujar Faisal kepada Tempo, Senin, 11 Februari 2019.
Menurut dia, anjloknya harga minyak dunia sudah dimulai sejak November lalu. Kala itu harga minyak berjangka jenis Brent sempat menyentuh kisaran US$ 60 per barel dari sebelumnya US$ 80 per barel. Ketika harga minyak dunia merosot, kata Faisal, negara lain, seperti Australia sudah langsung menyesuaikan harga BBM di dalam negeri.
"Ini kita malah baru bulan ini menjelang April," kata dia. Padahal, di saat yang sama kondisi harga minyak dunia sudah mulai merangkak naik lagi. "Sekarang sudah naik US$ 10 dibanding November 2018, agak aneh makanya kita baru turun sekarang, tapi terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali."
Sehingga, menurut Faisal, adalah hal yang wajar apabila ada pihak yang mencurigai kebijakan itu berkaitan dengan Pemilihan Umum 2019. Pasalnya, kalaupun harga minyak tidak sedang naik, kondisi harga dunia setidaknya sedang stagnan. Apalagi penurunan harganya pun tidak begitu signifikan "Wajar kalau ada yang curiga, tapi saya tidak menyimpulkan demikian," kata dia.
Penurunan harga BBM itu diumumkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kemarin. Berdasarkan formula harga bahan bakar minyak, Kementerian ESDM memutuskan menurunkan harga Premium sebesar Rp 100 dari semula Rp 6.550 per liter. "Untuk Premium harganya Rp 6.450 per liter," ujar Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Djoko Siswanto, saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Ahad, 10 Februari 2019.
Penurunan harga BBM Premium itu diberlakukan di daerah Jawa, Madura dan Bali yang sebelumnya di level Rp 6.550 per liter. Dengan keputusan pemerintah itu, artinya kini harga Premium sudah merata di seluruh daerah Indonesia.
Djoko mengatakan penurunan harga tersebut sudah berlaku sejak 10 Februari 2019. Penetapan harga tersebut berdasarkan formula harga BBM yang telah diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No 19 K/10/MEM/2019 tertanggal 1 Februari 2019 lalu.
Baca: Harga BBM Turun, Dirut: 80 Persen SPBU Pertamina Jual Premium
Secara umum, kata Djoko, formula tersebut menjadi acuan bagi badan usaha penyalur BBM dalam menentukan harga. Pasalnya, dalam formula itu pemerintah telah mengatur harga batas atas dan bawah. "Dengan formula ini menjadi pedoman badan usaha agar tidak ada yang banting harga atau mencari keuntungan besar."
Selain Premium, PT Pertamina (Persero) juga menurunkan harga BMM umum lainnya:
- Pertalite (Ron 90) : rentang harga Rp 7.650 - Rp 8.000 di seluruh provinsi
- Pertamax (Ron 92): rentang harga Rp 9.858 - Rp 10.150 di seluruh provinsi
- Pertamax Turbo (Ron 98): rentang harga Rp 11.200 - Rp 11.6000 di seluruh provinsi
- Pertamina Dex (CN 51): rentang harga Rp 11.700 - Rp 12.200 di seluruh provinsi
- Solar Non PSO (CN 48): rentang harga Rp 9.600 - Rp 10.000 di seluruh provinsi
- Dexlite (CN 48): rentang harga Rp 10.200 - Rp 10.600 di seluruh provinsi
TAUFIQ SIDDIQ